4 Rukun Hibah yang Sering Diabaikan, Ini Dasar Hukumnya!

10 Jul 2025

Hibah beda dengan wakaf! Kenali 4 rukun hibah yang benar: Al Wahib, Mauhub Lah, Mauhub, Shighat. Berikut dasar hukumnya yang sangat penting diketahui!

Hibah adalah hadiah untuk seseorang yang masih hidup. Definisi lainnya hibah adalah pemberian secara sukarela untuk orang lain.

Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata) Pasal 1666, hibah adalah suatu perjanjian dengan mana si penghibah, di waktu hidupnya, dengan cuma-cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan sesuatu benda guna keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.

Sedangkan menurut KBBI, hibah adalah pemberian (sukarela) dengan mengalihkan hak atas sesuatu kepada orang lain. Hibah bisa dilakukan tanpa adanya ikatan pernikahan atau hubungan darah.

Praktik hibah juga sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam urusan kenegaraan, pendidikan, sosial, hingga agama.

Baca juga: Akad Ijarah Adalah: Pengertian, Rukun, Syarat dan Jenis

Rukun Hibah

Hibah itu sama seperti akad muamalah lain yang memerlukan adanya rukun agar praktiknya sah. Nah dalam hibah, ada 4 rukun, yaitu Al Wahib, Mauhub Lah, Mauhub, Shighat.

Berikut penjelasan masing-masing rukun hibah tersebut.

1. Al Wahib (Pemberi Hibah)

Al Wahib adalah orang yang memberikan hibah. Ia harus memenuhi beberapa syarat agar hibahnya sah menurut hukum Islam:

  • Cakap hukum, artinya sudah baligh, berakal sehat, dan tidak sedang berada di bawah tekanan atau paksaan dari pihak lain.
  • Pemilik sah atas barang yang diberikan. Kalau barang itu bukan miliknya sendiri atau masih dalam sengketa, maka hibah tidak sah.
  • Memberi dengan ikhlas, tanpa ada pamrih atau syarat tersembunyi yang merugikan pihak penerima.

Misalnya, seseorang tidak bisa menghibahkan mobil milik perusahaan, kecuali ia memiliki otoritas penuh dan legal atas perusahaan dan barang yang dihibahkan itu.

2. Al Mauhub Lah (Penerima Hibah)

Al Mauhub Lah adalah orang yang menerima hibah. Dalam fikih Islam, yang bisa menerima hibah bukan hanya individu dewasa, tetapi juga:

  • Anak kecil, dengan catatan hibah diterima melalui wali atau orang tuanya.
  • Orang gila, juga bisa menerima hibah melalui wali atau pengampu hukum.
  • Lembaga, seperti pesantren, masjid, yayasan, dan institusi lain yang sah secara hukum.

Syarat pentingnya, penerima harus bisa memiliki barang tersebut secara hukum dan tidak menyalahi ketentuan Islam, misalnya hibah tidak diberikan untuk tujuan maksiat.

3. Al Mauhub (Barang yang Dihibahkan)

Al Mauhub adalah objek atau barang yang diberikan dalam hibah. Tidak semua barang bisa dihibahkan, karena objek ini harus memenuhi persyaratan yaitu:

  • Barang itu bernilai dan memiliki manfaat yang jelas (tidak najis, bukan barang haram).
  • Barangnya diketahui secara jelas, misalnya ukuran, jumlah, atau jenisnya harus disebutkan.
  • Barang bisa diserahterimakan secara nyata, baik secara fisik maupun legal (misalnya rumah, tanah dengan dokumen sah).

Contoh: Tanah seluas 100 m² dengan sertifikat jelas bisa dihibahkan. Tapi kalau barang itu milik bersama yang belum dibagi waris, maka tidak bisa dihibahkan sepihak.

4. Shighat (Ijab dan Qabul)

Shighat adalah akad atau pernyataan saling setuju antara pemberi dan penerima hibah. Bisa dilakukan secara:

  • Lisan, misalnya "Saya hibahkan sepeda ini kepadamu" dan dijawab "Saya terima".
  • Tertulis, terutama untuk barang bernilai besar seperti rumah, tanah, atau kendaraan, disertai dokumen sah.
  • Perbuatan nyata, seperti langsung menyerahkan barang di hadapan saksi atau bukti tertulis.

Shighat harus dilakukan tanpa paksaan, jelas maksudnya, dan sebaiknya disaksikan oleh pihak ketiga untuk menghindari perselisihan di kemudian hari.

Baca juga: Akad Salam dalam Transaksi Jual Beli, Ini Rukun & Syaratnya!

Pajak Hibah

Di Indonesia, hibah termasuk dalam salah satu objek pajak, tepatnya Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Hibah adalah PPh yang dikenakan atas hibah yang diberikan oleh pemberi kepada penerima.

Dengan begitu, secara umum harta hibahan bisa menjadi salah satu objek pajak penghasilan (PPh). Namun, pemerintah memberikan pengecualian terkait harta hibah yang dikecualikan dari objek PPh.

Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 90/PMK.030/2020 dan ditegaskan kembali melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Dalam PMK tersebut dijelaskan bahwa harta hibah kepada keluarga sedarah, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, dan orang pribadi yang menjalankan usaha mikro kecil sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha antara kedua pihak, dikecualikan dari objek PPh.

Dengan demikian, pajak hibah hanya dikenakan ketika proses hibah melibatkan dua pihak lain yang tidak memiliki hubungan darah dan tidak termasuk dalam pihak-pihak seperti diatur dalam PMK tersebut.

Adapun pengenaan pajak hibah terdiri dari dua jenis, yaitu PPh dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). PPh harus dibayar oleh pemberi harta hibah, sementara penerima hibah harus membayar BPHTB.

Sehingga, kamu harus memastikan tanggung jawab pajak ini terpenuhi ketika menerima hibah. Setelah membayar pajaknya, harta hibah jika berbentuk dana bisa kamu simpan Unit Syariah OCBC, sebagai solusi perbankan syariah anti riba!

Baca juga: Mengenal Kartu Keluarga Sejahtera, Manfaat dan Cara Buatnya


Story for your Inspiration

Baca

Edukasi - 10 Jul 2025

Hindari 5 Kesalahan Fatal Gadai Sertifikat Rumah, Bisa Rugi!

Baca

Edukasi - 9 Jul 2025

7 Keuntungan Kartu Kredit Instant Approval, Anti Ribet!

See All

Produk Terkait

OCBC mobile
ONe Mobile

OCBC mobile

Tumbuhkan uang dalam 1 aplikasi bersama OCBC mobile yang baru.
Nyala

Nyala

Dorong ambisimu untuk wujudkan kebebasan finansial, karena Tidak Ada Yang Tidak Bisa dengan Nyala OCBC
Individu

Individu

Solusi perbankan OCBC siap bantu kamu penuhi semua aspirasi dalam hidup #TAYTB

Download OCBC mobile