Depresiasi pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Depresiasi pajak menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah konsep alokasi harga pendapatan aset yang berwujud berdasarkan masa berlakunya.
Penyusutan atau depresiasi menunjukkan seberapa banyak nilai aset yang telah digunakan oleh pemiliknya.
Perhitungan tarif depresiasi pajak akan memengaruhi laporan keuangan di dalam akuntansi dan pelaporan pajak, sehingga nilainya bisa dihitung secara efisien.
Lantas, bagaimana cara menghitung tarif depresiasi pajak? Yuk, simak penjelasan lengkapnya pada ulasan berikut.
Secara konsep, depresiasi pajak adalah alokasi biaya pendapatan suatu aktiva tetap (kecuali tanah) selama masa manfaat tertentu sesuai dengan kelompok harta.
Aturan depresiasi tersebut telah ditentukan dalam Pasal 11 Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan (PPh).
Depresiasi atau penyusutan dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, kecuali untuk aset yang masih dalam proses pengerjaan.
Depresiasi pada aset yang masih dalam pengerjaan akan dilakukan pada bulan selesainya proses tersebut.
Sedangkan masa manfaat aktiva tetap disesuaikan berdasarkan pengelompokan yang dibuat oleh Menteri Keuangan.
Dalam Undang-Undang PPh dijelaskan bahwa hanya ada dua metode depresiasi, yaitu garis lurus (straight line method) dan saldo menurun (double declining balance method).
Baca juga: 6 Jenis Tarif Pajak yang Perlu Diketahui Wajib Pajak
Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan, depresiasi adalah konsep alokasi harga pendapatan aktiva tetap berwujud.
Ahli perpajakan menyebutkan bahwa untuk menghitung besarnya depresiasi pajak aset tetap berwujud dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu:
Pengelompokan depresiasi pajak untuk aset berwujud bukan bangunan terdiri dari:
Aset tetap berwujud yang berupa bangunan dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
Depresiasi pajak adalah metode dasar akuntansi untuk mengalokasikan biaya aset berwujud atau fisik selama masa manfaatnya.
Nilai depresiasi mewakili seberapa banyak jumlah aset tersebut telah digunakan. Perhitungannya akan berdampak pada laporan keuangan dan pelaporan pajak sehingga nilainya bisa dihitung lebih efisien.
Pengeluaran-pengeluaran untuk mendapatkan aset berwujud seperti tanah hak milik, termasuk hak guna bangunan, hak guna usaha, dan hak pakai pertama kali tidak boleh disusutkan.
Kecuali jika tanah tersebut digunakan oleh perusahaan dan dimiliki untuk mendapatkan penghasilan dengan syarat nilai aset itu berkurang karena penggunaannya.
Misalnya, perusahaan bahan bangunan memiliki sebuah properti di suatu daerah dan menggunakan tanahnya sebagai bahan baku membuat batu bata sehingga nilainya akan menurun.
Dalam menghitung nilai penyusutan, ada dua metode sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2008, yaitu:
Selanjutnya, pada akhir masa manfaat, nilai sisa buku disusutkan sekaligus dengan syarat dilakukan sesuai aturan yang berlaku.
Lebih jelasnya, metode tersebut telah diterapkan dalam penentuan tarif depresiasi pajak yang dijabarkan dalam tabel berikut:
Kelompok Harta Berwujud | Masa Manfaat | Penyusutan Berdasarkan | ||
---|---|---|---|---|
Ayat 1 |
Ayat 2 |
|||
Bukan Bangunan |
Kelompok 1 | 4 Tahun |
25% |
50% |
Kelompok 2 |
8 Tahun |
12,5% |
25% |
|
Kelompok 3 |
16 Tahun |
6,25% |
2,5% |
|
Kelompok 4 |
20 Tahun |
5% |
10% |
|
Bangunan |
Permanen |
20 Tahun |
5% |
- |
Tidak Permanen |
10 Tahun |
10% |
- |
Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa harta berwujud berupa bangunan hanya bisa dilakukan depresiasi pajak dengan metode garis lurus.
Sedangkan aset berwujud selain bangunan bisa dilakukan depresiasi dengan metode garis lurus atau saldo menurun.
Baca juga: Begini Cara Menghitung Pajak Penjualan Tanah dan Hukumnya
Sebagai contoh, PT. Sejahtera membeli sebuah mesin dengan harga Rp700 juta dengan masa manfaat selama 2 tahun.
Bagaimana perhitungan penyusutan pajak dari barang tersebut menggunakan metode garis lurus?
Depresiasi = Harga Beli x 25% (penyusutan berdasarkan ayat 1, kelompok 1, bukan bangunan)
Depresiasi = Rp700.000.000 x 25%
Depresiasi = Rp175.000.000
Misalnya, PT. Kurnia membeli sebuah mesin dengan harga Rp700 juta dan memiliki masa manfaat 2 tahun. Bagaimana perhitungannya dengan metode saldo menurun?
Penyusutan di tahun 1 = Harga Beli x 50% (penyusutan berdasarkan ayat 2, kelompok 1, bukan bangunan)
Penyusutan tahun 1 = Rp700.000.000 x 50%
Penyusutan tahun 1 = Rp350.000.000
Penyusutan tahun 2 = Jumlah Sisa Buku x 50%
Penyusutan tahun 2 = (Rp7.000.000 - Rp350.000.000) x 50%
Penyusutan tahun 2 = Rp175.000.000
Itu dia penjelasan seputar konsep, pengelompokan, serta cara menghitung tarif depresiasi pajak.
Ada dua cara perhitungan tarif penyusutan pajak, yaitu menggunakan metode garis lurus dan saldo menurun.
Dengan melakukan perhitungan tarif tersebut, Anda bisa memperkirakan dana yang harus dikeluarkan untuk membayar pajak dan membuat laporan keuangan semakin akurat.
Semoga membantu! Temukan lebih banyak informasi seputar akuntansi dan bisnis hanya di Blog OCBC NISP.
Baca juga: Apa Itu Amnesti Pajak? Ini Arti, Manfaat, Syarat, & Tarifnya