Asas transaksi syariah ada beragam, berikut pula dengan larangan dan karakteristiknya. Mari pahami informasi selengkapnya di artikel ini.
Di dunia syariah, terdapat berbagai asas transaksi syariah yang perlu dipegang teguh setiap pihak terlibat. Asas tersebut kemudian tercermin dalam larangan-larangan transaksi syariah dan mempengaruhi karakteristik transaksinya. Selengkapnya tentang asas transaksi syariah bisa sobat OCBC NISP simak di bawah ini.
Asas transaksi syariah adalah perbedaan terbesar antara sistem perbankan syariah dan konvensional. Oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK), asas ini disebut juga sebagai prinsip transaksi syariah. Selengkapnya tentang asas atau prinsip transaksi syariah adalah sebagai berikut.
Asas Persaudaraan/Kemitraan (Ukhuwah)
Asas transaksi syariah yang pertama adalah asas persaudaraan atau kemitraan. Berbeda dengan bank konvensional, hubungan antara nasabah dan penyedia dana syariah bukanlah sebagai kreditur dan debitur, melainkan mitra.
Dengan adanya kemitraan, konsep transaksi syariah menjamin adanya persamaan hak dan kewajiban antar kedua belah, tanpa menguntungkan satu pihak saja. Oleh sebab itu, nasabah syariah berhak mengajukan negosiasi jika ada peraturan bank tidak sesuai hatinya, dan bank pun berhak melakukan penawaran tanpa memaksa.
Asas Keadilan (Adl)
Asas atau prinsip transaksi syariah kedua adalah asas keadilan, baik dari segi kewajiban, hak, atau keuntungan. Bentuk hubungan kemitraan nasabah syariah dan bank hendaknya tidak hanya memperhatikan kepentingan satu pihak saja (misalnya kepentingan nasabah saja), tapi harus keduanya. Dalam konsep transaksi syariah, bank wajib menghargai kepentingan nasabah, pun juga sebaliknya.
Asas Kebermanfaatan (Maslahah)
Konsep transaksi syariah sangat menjunjung tinggi kebermanfaatan, baik bagi bank, nasabah, maupun masyarakat secara keseluruhan. Oleh karena itu, obyek-obyek yang terlibat dalam transaksi syariah wajib bersifat halal, baik secara intrinsik atau cara perolehan. Selain itu, setiap transaksi juga wajib memberi kebermanfaatan, baik untuk kegiatan konsumtif atau produktif.
Asas Keseimbangan (Tawazun)
Asas transaksi syariah berikutnya yang membuatnya makin berbeda dengan transaksi konvensional adalah asas tawazun, atau keseimbangan. Dengan adanya prinsip transaksi syariah satu ini, lembaga syariah wajib menjamin adanya keseimbangan konsep profit dan sosial dalam operasionalnya.
Saat mengambil biaya layanan, lembaga syariah tidak diperkenankan mengambil lebih dari takaran cukup. Selain itu, apabila ada biaya ditarik dari nasabah di luar biaya layanan (misalnya denda), lembaga tidak boleh memakainya untuk kepentingan pribadi.
Asas Universal (Syumuliyah)
Selama ini, banyak orang mengira konsep transaksi syariah diperuntukkan Muslim saja. Padahal salah satu asas transaksi syariah adalah universalitas, tanpa membedakan suku, ras, atau agama.
Lembaga-lembaga penyedia transaksi syariah dilarang keras membedakan layanan yang diberikannya, bahkan jika nasabahnya berbeda agama. Oleh karena itu, nasabah non-Islam juga bebas menikmati berbagai benefit dan layanan syariah saat mereka mendaftarkan diri.
Setelah membahas asas transaksi syariah, kali ini OCBC NISP akan mengajak Anda membahas larangan-larangan dalam konsep transaksi syariah, yaitu:
Riba
Larangan pertama dan utama dalam kegiatan syariah adalah riba, yang artinya peningkatan pembayaran dari jumlah seharusnya. Meski ada perbedaan pendapat, sebagian besar ilmuwan syariah mengkategorikan bunga sebagai riba. Oleh sebab itu, untuk menghindari riba, transaksi syariah tidak boleh mengandung bunga. Lembaga penyedia dana tidak boleh menjanjikan bunga ke nasabah ataupun menariknya.
Maisir
Larangan dalam konsep transaksi syariah berikutnya adalah maisir, yaitu keuntungan yang didapat dengan cara terlalu mudah. Dalam transaksi konvensional, tak jarang kita menemui transaksi simpan pinjam dengan imbal bunga terlalu tinggi. Hal semacam ini termasuk dalam maisir dan riba, sehingga tidak boleh ada di dalam transaksi syariah.
Gharar
Unsur terakhir yang terlarang dalam konsep transaksi syariah adalah gharar, yaitu pertaruhan, judi, atau transaksi atas obyek belum jelas. Saat melakukan transaksi, baik lembaga penyedia dana atau nasabah wajib mengetahui dengan jelas obyek transaksinya, mulai dari kondisi fisik, kualitas, harga asli, sampai tarif jasa dan pembagian keuntungannya.
Setelah membahas asas transaksi syariah dan larangan-larangannya, kali ini kita akan membahas beberapa karakteristik transaksi syariah paling umum menurut OJK, yaitu antara lain:
Tidak Boleh Mengandung Unsur Spekulasi
Karakteristik transaksi syariah pertama adalah tidak boleh mengandung unsur spekulasi. Setiap kesepakatan yang dibuat saat akad harus berdasarkan kondisi saat ini, dan tidak berubah-ubah sampai akad selesai. Pihak-pihak terlibat dalam transaksi tidak diperkenankan membuat keputusan berdasarkan spekulasi di masa depan, misal tingkat suku bunga, future value uang, dan semacamnya.
Dana Harus Didistribusikan dengan Produktif dan Halal
Karakteristik transaksi syariah berikutnya adalah dana transaksi wajib didistribusikan untuk kegiatan bermanfaat dan halal. Dalam konsep transaksi syariah, lembaga penyedia dana dilarang memberikan bantuan dana untuk kegiatan terlarang, seperti perjudian, pembelian barang haram, dan sebagainya.
Apabila nasabah sengaja menyembunyikan informasi ini dari lembaga penyedia dana, maka transaksi syariah dianggap tidak sah dari sisi nasabah.
Setiap Pihak Terlibat Wajib Didasari Saling Membutuhkan
Menurut konsep syariah, pihak-pihak dalam transaksi pada dasarnya bersifat saling membutuhkan. Nasabah butuh bantuan dana dari lembaga penyedia, sedangkan lembaga butuh nasabah untuk mendapat imbal jasa dari bantuannya. Karena saling membutuhkan, maka masing-masing pihak tidak boleh merasa lebih berkuasa dari pihak satunya.
Transaksi Wajib Adil dan Transparan
Prinsip transaksi syariah yang adil dan transparan wajib diterapkan mulai dari awal nasabah mengajukan kepentingan, lembaga menjelaskan layanan, sampai akad terjadi. Apabila salah satu pihak sengaja menyembunyikan suatu informasi demi kepentingan pribadi, maka transaksi syariah berpotensi menjadi tidak sah.
Setiap Kesepakatan Transaksi Wajib Dicatat
Karakteristik transaksi syariah yang terakhir adalah wajib melalui pencatatan. Sama seperti transaksi konvensional, transaksi syariah wajib melalui dokumentasi berbentuk tulisan, perekaman, dan cara-cara kuat lainnya. Apabila tidak ada pencatatan, transaksi syariah dapat dinyatakan gugur dan tidak sah di mata hukum dan agama.
Demikian pembahasan dari OCBC NISP tentang asas transaksi syariah, larangan, serta karakteristiknya. Asas transaksi syariah adalah landasan dasar yang wajib diterapkan dalam segala jenis kegiatan syariah, sehingga pastikan Anda memahaminya ya! Siap mengajukan pendanaan syariah sekarang? Yuk hubungi OCBC NISP Syariah untuk mencairkannya!