Risiko obligasi perlu diketahui agar memaksimalkan potensi keuntungan investasi.
Obligasi merupakan instrumen investasi yang terbilang cukup aman karena diterbitkan dan dijamin langsung oleh pemerintah. Lantas, adakah risiko obligasi?
Jangan salah, pada dasarnya setiap jenis investasi tidak akan terlepas dari sebuah risiko.
Sehingga, penting sekali bagi Sobat Cuan untuk mengenali instrumen investasi dengan baik. Bukan dari segi keuntungannya saja, melainkan juga risikonya.
Berbicara mengenai risiko obligasi pemerintah, berikut telah OCBC NISP rangkumkan untuk Sobat Cuan. Yuk, simak sampai habis!
Tak hanya pada obligasi, setiap investor yang menanamkan modalnya pasti akan memiliki risiko investasi saat menjalaninya.
Pada intinya, obligasi adalah salah satu aset investasi berupa surat pernyataan utang dari penerbit, biasanya berasal dari pemerintah atau perusahaan perbankan, dengan keuntungan berupa bunga.
Sebagai investor, penting untuk memahami beberapa risiko obligasi agar dapat memaksimalkan potensi keuntungan yang bisa diperoleh.
Selain itu, dengan memahami risiko obligasi, Sobat Cuan juga dapat meminimalkan terjadinya kerugian di masa depan, sehingga sudah lebih siap untuk menghadapinya.
Terdapat beberapa contoh risiko obligasi yang perlu Sobat Cuan ketahui saat berinvestasi melalui instrumen ini, antara lain yaitu:
Risiko gagal bayal merupakan kondisi di mana perusahaan penerbit obligasi tidak dapat memberikan bunga atau kupon kepada investor dalam jangka waktu yang telah disepakati sebelumnya.
Umumnya, kemungkinan risiko obligasi gagal bayar dapat dilakukan pada perusahaan penerbit di luar pemerintahan.
Yap, apabila penerbit berasal dari pihak pemerintah atau negara, tidak akan mengalami yang namanya gagal bayar karena sudah dilindungi oleh Undang-Undang (UU).
UU No. 24 Tahun 2004 menjamin bahwa negara akan membayarkan kupon secara berkala hingga jatuh tempo yang telah disepakati.
Selain itu, dana yang dikeluarkan negara untuk membayar kupon setiap tahunnya juga berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Baca juga: 6 Cara Memilih Obligasi yang Tepat, Perhatikan Tips Berikut!
Jika sebelumnya gagal bayar dapat dilakukan oleh suatu perusahaan, lain halnya pada risiko obligasi suku bunga.
Yap, risiko obligasi suku bunga biasanya ditentukan oleh kondisi ekonomi negara yang sedang dihadapi, apabila BI Rate turun maka tingkat kupon akan bertambah, begitupun sebaliknya.
BI Rate yaitu kebijakan suku bunga yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia setiap bulannya, sebagai representasi kondisi perekonomian negara.
Selanjutnya, risiko likuiditas yaitu kondisi yang dialami oleh investor pemilik surat utang, saat membutuhkan dana secara cepat namun tidak dapat menjual asetnya dengan harga yang tepat.
Namun Sobat Cuan tak perlu khawatir, karena risiko yang satu ini dapat dihindari dengan cara mengubah obligasi sebagai jaminan.
Dengan demikian, Sobat Cuan tak perlu cemas apabila harus menjual obligasi di bawah harga belinya, karena aset surat utang dapat menjadi likuid saat permintaan beli di pasar sekunder meningkat.
Sama halnya pada suku bunga, salah satu risiko obligasi pasar juga dapat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi negara.
Bedanya, risiko pasar sangat erat kaitannya dengan capital loss, sehingga bisa berdampak pada financial market.
Capital loss yang ada pada risiko obligasi adalah saat mengalami kerugian akibat suatu faktor, yaitu perubahan suku bunga, kondisi politik yang tidak stabil, dan juga perubahan kondisi ekonomi negara.
Selain itu, sebagai investor, Sobat Cuan juga dapat mengalami capital loss apabila menjual kembali obligasi dengan harga rendah di pasar sekunder sebelum jatuh tempo.
Berikutnya, risiko peringkat merupakan suatu kondisi di mana lingkungan pasar keuangan sangat memengaruhi nilai investasi, sehingga dapat mengubah posisi peringkatnya.
Oleh karena itu, saat terjadinya kondisi risiko peringkat, permintaan di pasar akan menurun, sementara nilai obligasi mengalami fluktuasi.
Pada risiko obligasi maturitas, investasi akan mengalami masalah yang berhubungan dengan masa jatuh tempo.
Tidak hanya pada korporasi, risiko maturitas juga dapat terjadi pada pihak negara sebagai penerbit obligasi, namun kemungkinannya cukup kecil.
Well, pada intinya risiko maturitas adalah kondisi ketidakpastian bagi investor ketika memiliki obligasi dengan masa tempo yang panjang.
Biasanya, semakin lama jatuh tempo obligasi yang dimiliki seorang investor, maka akan meningkat pula ketidakpastian dan risiko maturitasnya.
Salah satu contoh risiko maturitas yaitu, saat suatu perusahaan menerbitkan obligasi dengan jangka waktu selama 10 tahun, tentu masa temponya akan semakin panjang.
Namun, siapa yang bisa memastikan bahwa perusahaan penerbit tersebut akan terus berdiri dengan baik hingga 10 tahun kemudian?
Apalagi, suatu obligasi yang dimiliki oleh negara berkembang seperti Indonesia, cenderung mempunyai risiko maturitas lebih besar daripada negara maju, misalnya Amerika Serikat.
Itulah mengapa, karena adanya risiko obligasi perusahaan yang satu ini, banyak penerbit yang tidak mengeluarkan surat utang dengan masa tempo lebih dari 5 tahun, karena kurang diminati.
Maka dari itu, akibat adanya risiko ini, obligasi khususnya milik korporat yang jatuh temponya lebih dari 5 tahun jarang diterbitkan di Indonesia karena peminatnya sedikit.
Baca juga: 8 Perbedaan Saham dan Obligasi, Ini yang Paling Untung!
Pada risiko obligasi reinvestasi yaitu, apabila terjadi kondisi di mana seorang investor tidak akan menanamkan modalnya kembali pada tingkat pengembalian dana yang sebanding.
Umumnya, risiko reinvestasi akan terjadi saat tingkat permintaan di pasar lebih rendah daripada nilai kupon obligasi. Berikut contoh perumpamaannya.
Misalnya, tingkat kupon obligasi senilai Rp1.000.000 adalah 8%, sedangkan permintaan di pasar mencapai 4%.
Kemudian, investor memperoleh kupon sebanyak Rp80.000 yang diperoleh dari tingkat pasar, apabila ingin menginvestasikan kembali hanya berlaku sebesar 4%, bukan pada nilai di awal yaitu 8%. Itulah yang disebut risiko reinvestasi.
Terakhir, sesuai dengan namanya, risiko obligasi daya beli akan berpengaruh terhadap tingkat inflasi suatu negara.
Oleh karena itu, apabila proses inflasi naik, maka daya beli obligasi (interest rate) akan menurun, begitu pula sebaliknya.
Selain itu, apabila jumlah pendapatan yang sama justru akan menurunkan permintaan di pasar keuangan.
Contoh risiko obligasi inflasi yaitu, saat tingkat inflasi pada suatu negara mencapai 4%, sehingga apabila pengembalian dana sebesar Rp10.000.000, jumlah investasi obligasi yang didapat senilai Rp9.600.000.
Nah, itu dia penjelasan mengenai beberapa risiko obligasi yang perlu Sobat Cuan ketahui sebelum berinvestasi.
Ketika sudah memahami apa saja risiko yang akan terjadi saat berinvestasi melalui instrumen obligasi, Sobat Cuan bisa mulai memilih perusahaan penerbit yang terpercaya.
Nah, salah satu solusinya, Sobat Cuan dapat berinvestasi obligasi melalui ONe Mobile OCBC NISP yang sudah terdaftar secara resmi di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Tak hanya itu, Bank OCBC NISP menawarkan berbagai alternatif investasi untuk keuntungan portofolio, sehingga Sobat Cuan akan memperoleh kupon secara berkala.
Salah satu jenis obligasi yang tersedia yaitu, Obligasi Pemerintah, FUTURES Contract, Obligasi Korporasi, serta Repo OCBC NISP.
Tunggu apalagi? Yuk, raih keuntungan dan capai #FinanciallyFit Sobat Cuan dengan berinvestasi obligasi melalui aplikasi ONe Mobile OCBC NISP!
Baca juga: Pemegang Saham: Pengertian, Jenis, Hak, dan Tanggung Jawab