Pajak Hibah: Definisi, Dasar Hukum, dan Perhitungannya

25 Jun 2024

Salah satu jenis pajak yang berlaku di Indonesia adalah pajak hibah. Apa itu? Simak dasar hukum dan cara perhitungannya!

Hibah adalah perbuatan mengalihkan hak kepemilikan atas sesuatu kepada orang lain secara sukarela. Biasanya, hibah berkaitan dengan uang dalam jumlah besar, properti, atau benda berharga lainnya.

Secara bahasa, hibah merupakan kata serapan dari bahasa Arab. Namun implementasinya di masyarakat sudah diatur dalam KUHPerdata Pasal 1666. Dalam pasal tersebut, hibah tidak boleh dilakukan secara sembarangan.

Artinya, hibah harus dilakukan dengan memenuhi rukun-rukunnya, yaitu pemberi hibah, penerima, barang yang dihibahkan, dan tanda bukti serah terima hak kepemilikan.

Baca juga: Mengenal Joint Income KPR, Solusi Beli Rumah untuk Pasutri Muda

Pajak Hibah

Di Indonesia, hibah termasuk dalam salah satu objek pajak, tepatnya Pajak Penghasilan (PPh). Pajak Hibah adalah PPh yang dikenakan atas hibah yang diberikan oleh pemberi kepada penerima.

Dengan begitu, secara umum harta hibahan bisa menjadi salah satu objek pajak penghasilan (PPh). Namun, pemerintah memberikan pengecualian terkait harta hibah yang dikecualikan dari objek PPh.

Hal itu diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 90/PMK.030/2020 dan ditegaskan kembali melalui UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

Dalam PMK tersebut dijelaskan bahwa harta hibah kepada keluarga sedarah, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial, dan orang pribadi yang menjalankan usaha mikro kecil sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha antara kedua pihak, dikecualikan dari objek PPh.

Dengan demikian, pajak hibah hanya dikenakan ketika proses hibah melibatkan dua pihak lain yang tidak memiliki hubungan darah dan tidak termasuk dalam pihak-pihak seperti diatur dalam PMK tersebut.

Baca juga: Apa Itu Smart Home System?

Harta Hibah Bebas PPh

Seperti diterangkan di atas, ada beberapa jenis harta yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Hibah. Merujuk pada PMK 90 Tahun 2020, berikut adalah harta hibah yang tidak dikenakan PPh:

  • Keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, yaitu orangtua dan anak kandung;
  • Badan keagamaan, yaitu badan yang kegiatannya semata-mata mengurus tempat-tempat ibadah dan/atau menyelenggarakan, kegiatan di bidang keagamaan, yang tidak mencari keuntungan;
  • Badan pendidikan, yaitu badan pendidikan yang kegiatannya semata-mata menyelenggarakan pendidikan yang tidak mencari keuntungan;
  • Badan sosial termasuk yayasan dan koperasi, seperti pemeliharaan kesehatan, panti jompo, panti asuhan untuk anak yatim-piatu dan orang terlantar, badan santunan korban bencana alam, badan pemberian beasiswa, pelestarian lingkungan hidup, serta kegiatan sosial lain yang tidak mencari keuntungan;
  • Orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil, yaitu orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha, kecil yang memiliki dan menjalankan usaha produktif yang memenuhi kriteria, yaitu kekayaan bersih paling banyak Rp500 Juta dan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp2,5 Miliar.

Meski harta hibah di atas dikecualikan dari PPh, namun penerima tetap harus melaporkan harta tersebut dalam SPT Tahunan melalui DJP Online.

Baca juga: Apa Saja yang Dicover Asuransi Mobil All Risk?

Cara Menghitung Pajak Hibah

Harta hibah yang diperoleh selain dari daftar yang dikecualikan di atas maka akan dikenakan pajak. Adapun pengenaan pajak terdiri dari dua jenis, yaitu PPh dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Adapun, PPh harus dibayar oleh pemberi harta hibah, sementara penerima hibah harus membayar BPHTB. Berikut rumusnya:

Rumus PPh tanah dan bangunan:

2,5% X nilai bruto pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

Rumus BPHTB hibah:

5% x 50% x (NPOP – NPOPTKP).

NPOP adalah Nilai Perolehan Objek Pajak, sedangkan NPOPTKP adalah Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak.

Sebagai simulasi, Bapak Ahmad memberikan hibah berupa rumah di kawasan Tangerang Selatan kepada Bapak Ridwan. Nilai rumah tersebut mencapai Rp700 Juta, dengan status keduanya tidak memiliki hubungan darah, dan tidak termasuk salah satu yang dikecualikan dari Pajak Hibah.

Dengan demikian, sebagai pemberi hibah Bapak Ahmad harus membayar PPh hibah, sedangkan Bapak Ridwan harus membayar tarif BPHTB. Berikut perhitungannya.

PPh yang harus dibayar Bapak Ahmad:

2,5% X nilai bruto pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan.

= 2,5% x Rp700 Juta

= Rp17,5 Juta

Harga rumah yang dihibahkan adalah Rp700 Juta dengan NJOP Rp400 Juta dan NPOPTKP senilai Rp280 Juta. Maka BPHTB yang harus dibayar Bapak Ridwan adalah:

5% x 50% x (NPOP – NPOPTKP

= 5% x 50% x (Rp700 Juta - Rp280 Juta)

= Rp10,5 Juta

Demikian uraian mengenai apa itu pajak hibah dan cara menghitungnya. Kamu bisa membuka laman Article OCBC untuk mendapatkan informasi menarik seputar keuangan dan perbankan seperti ini!

Baca juga: Mengenal Kartu Keluarga Sejahtera, Manfaat dan Cara Buatnya


Story for your Inspiration

Baca

Edukasi, Life Series - 2 Mei 2025

Kenalan dengan Kartu Kredit Star Wars OCBC: Gaya Hidup Jedi Modern

Baca

Edukasi, Life Series - 2 Mei 2025

Dapatkan Promo Kartu Kredit OCBC Star Wars, untuk Penggemar Sejati

See All

Produk Terkait

Individu

Individu

Solusi perbankan OCBC siap bantu kamu penuhi semua aspirasi dalam hidup #TAYTB
Nyala

Nyala

Dorong ambisimu untuk wujudkan kebebasan finansial, karena Tidak Ada Yang Tidak Bisa dengan Nyala OCBC
OCBC mobile
ONe Mobile

OCBC mobile

Tumbuhkan uang dalam 1 aplikasi bersama OCBC mobile yang baru.

Download OCBC mobile