Individu

Memahami Burden Sharing dan Dampaknya bagi Ekonomi Indonesia

15 Feb 2023 • Ditulis oleh: Redaksi OCBC

Bagikan Ke

Artikel Card Image
Promo Card Image

Burden sharing adalah upaya untuk menangani stabilitas keuangan negara saat di kondisi krisis.

Di Indonesia, kebijakan ini dilakukan oleh bank sentral (BI) dan pemerintah untuk membiayai berbagai beban selama pandemi COVID-19.

Awalnya, kebijakan ini direncanakan bersifat one off policy atau hanya sampai setahun saja.

Ternyata, karena beberapa pertimbangan, kebijakan burden sharing ini akhirnya diperpanjang hingga tahun 2022.

Dengan adanya perpanjangan ini, apa saja dampak yang bisa terjadi pada ekonomi Indonesia? Selengkapnya, yuk bahas bersama-sama dalam uraian berikut ini.

Apa itu Burden Sharing?

Berdasarkan laman Kementerian Keuangan, burden sharing adalah kebijakan kerjasama antara Bank Indonesia (BI) dan pemerintah untuk membiayai berbagai beban selama penanganan COVID-19.

Pada praktiknya, skema burden sharing diatur di dalam UU PPSK (Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) yang baru disahkan pada 3 Januari 2023 lalu.

Dilansir dari Kompas, UU PPSK memberikan mandat kepada BI untuk membeli Surat Berharga Negara (SBN) jangka panjang di pasar perdana jika terjadi krisis.

Awalnya, kebijakan ini direncanakan bersifat one off policy atau dijalankan dalam setahun saja.

Namun, karena pemerintah memerlukan pembiayaan yang pasti saat Pandemi COVID-19, akhirnya kebijakan ini diperpanjang hingga tahun 2022.

Baca juga: Ekonomi Makro: Pengertian, Tujuan, Kebijakan & Ruang Lingkup

Manfaat Burden Sharing

Dalam kondisi krisis, burden sharing dapat dilakukan sebagai upaya untuk:

1. Membantu Pemerintah Menghemat Anggaran

Manfaat pertama dari kebijakan burden sharing adalah bisa membantu pemerintah menghemat anggaran belanja.

Dilansir dari Investasi Kontan, Chief Economist Bahana TCW Investment Management, Budi Hikmat, mengatakan bahwa dengan adanya burden sharing di tahun 2022 beban rasio belanja bunga utang turun menjadi 14,6% atau setara dengan Rp395 triliun.

Padahal, sebelum adanya skema burden sharing I, II, dan III, rasio belanja bunga utang terhadap total belanja pemerintah bisa mencapai 16,2% atau setara dengan Rp438 triliun di tahun 2022. 

2. Menyerap Penerbitan SBN Pemerintah

Selain mengurangi beban bunga yang dibayarkan pemerintah, dampak positif lain dari skema burden sharing adalah bisa menyerap penerbitan SBN Pemerintah.

Kebijakan ini juga memberi sentimen positif bagi pasar karena dapat mengurangi jumlah peredaran SBN di pasar obligasi.

Dampak Burden Sharing

Dalam waktu darurat, kebijakan burden sharing memang mampu membantu pemerintah untuk menangani krisis keuangan.

Namun, jika dilakukan dalam jangka waktu panjang, ada beberapa dampak negatif yang mungkin muncul akibat aplikasi kebijakan ini, salah satunya adalah debt monetization.

Dengan adanya debt monetization, ancamannya adalah inflasi dan nilai tukar yang tidak terkendali.

Bagi para investor, tindakan monetisasi utang ini juga dinilai berisiko tinggi karena dapat menyebabkan sudden shock terhadap arus modal dan pelemahan nilai tukar.

Selain itu, potensi dampak lain dari skema burden sharing adalah moral hazard dalam pembiayaan defisit APBN, di mana belanja negara tidak efektif sehingga independensi BI teramputasi.

Ditambah lagi, skema burden sharing yang terlalu panjang juga bisa menyebabkan penurunan sovereign credit, kehilangan kepercayaan investor, serta memicu pelemahan nilai tukar rupiah.

Secara historis, saat BI dimandatkan membeli SBN di pasar primer pada Juni 2020 lalu, data transaksi menunjukkan bahwa terjadi aliran modal keluar (outflows) sebesar Rp8,39 triliun, yang terdiri atas outflows SBN Rp6,80 triliun dan saham Rp1,59 triliun.

Keluarnya aliran modal tersebut akhirnya mendorong pelemahan rupiah sekitar 1,8% selama Juli 2020.

Selain itu, selama tahun 2020, rupiah juga melemah sekitar 3,6% (Year to Date).

Dari ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa burden sharing adalah kebijakan yang diambil pemerintah untuk membantu stabilitas keuangan negara dalam kondisi krisis.

Meskipun banyak pihak yang menganggap bahwa perpanjangan burden sharing menimbulkan sejumlah dampak negatif, namun di sisi lain kebijakan ini juga telah berkontribusi dalam menyelamatkan ekonomi Indonesia dari kolaps.

Nah, jika Sobat OCBC NISP ingin mengetahui insight lebih banyak seputar dunia keuangan dan ekonomi, yuk baca konten-konten lainnya di blog OCBC NISP!

Baca juga: Apa Itu Imported Inflation? Pengertian, Jenis, dan Contohnya

Tertarik dengan artikel kami?

Bagikan Artikel Ini?

Produk Terkait

Individu

Individu

Solusi perbankan OCBC siap bantu kamu penuhi semua aspirasi dalam hidup #TAYTB

Segala Kemudahan Ada
di Satu Genggaman

Nikmati berbagai layanan kartu OCBC sesuai kebutuhan Anda

Artikel Terbaru

Cara Memisahkan Keuangan Pribadi dan Bisnis
  • Individu
  • Nyala

Cara Memisahkan Keuangan Pribadi dan Bisnis

11 Des 2025

Pelajari cara memisahkan uang pribadi dan uang bisnis agar laporan keuangan lebih jelas dan keputusan bisnis lebih tepat!

7 Fitur Kartu Kredit Modern yang Wajib Kamu Ketahui
  • Individu
  • Nyala

7 Fitur Kartu Kredit Modern yang Wajib Kamu Ketahui

11 Des 2025

Kenali fitur penting kartu kredit masa kini, termasuk kemudahan untuk disetujui, banyak menawarkan promo dan rewards, hingga kemudahan dalam bertransaksi.

Apa Itu Autodebet? Ini Manfaat dan Cara Mengaktifkannya di OCBC mobile
  • Individu
  • Nyala

Apa Itu Autodebet? Ini Manfaat dan Cara Mengaktifkannya di OCBC mobile

10 Des 2025

Kenali apa itu autodebet, cara kerjanya, dan bagaimana mengaktifkannya di OCBC mobile untuk membantu mengelola pembayaran rutin secara otomatis, lebih praktis dan anti telat!

Cashback vs Points vs Miles: Mana yang Paling Untung?
  • Individu
  • Nyala

Cashback vs Points vs Miles: Mana yang Paling Untung?

10 Des 2025

Pelajari perbedaan cashback, points, dan miles agar kamu bisa memilih kartu kredit yang paling menguntungkan untuk gaya hidupmu!

Kemudahan Transaksi Perbankan di Ujung Jari

Download OCBC mobile sekarang!