Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah cara paling populer yang dipakai masyarakat Indonesia untuk membeli rumah. Namun banyak orang ternyata masih enggan mengajukan KPR ke Bank karena takut gajinya tak cukup.
Kalau soal itu, sebenarnya bisa diakali dulu dengan menghitung atau memperkirakan sendiri besar cicilan yang akan kamu tanggung. Dengan begitu, kamu bisa tahu berapa harga rumah yang cocok untuk danamu.
Lalu, bagaimana cara menghitungnya? Untuk memahami lebih jauh tentang cicilan rumah dan cara memperkirakan nilainya, kamu bisa menyimak penjelasan berikut ini:
Sebelum melakukan penghitungan asuransi KPR, kamu bisa membuat asumsi terlebih dulu. Anggaplah rumah yang ingin kamu beli dengan seharga Rp200 Juta.
Dengan peraturan Bank Indonesia (BI) terbaru, yang akan berlaku hingga akhir 2024, kamu bisa mengajukan KPR ke Bank tanpa DP. Artinya, kamu bisa dapat pembiayaan atas rumah tersebut secara penuh.
Lalu berapa cicilan yang perlu kamu bayar setiap rumah untuk KPR Rp200 Juta. Berapa gaji yang harus kamu kamu miliki untuk dapat diterima Bank atas pengajuan KPR tersebut?
Baca Juga: Berapa Tenor Maksimal KPR? Yuk Kenali Jenis KPR Lebih Dalam!
Anggaplah suku bunga KPR adalah 9% dengan tenor 10 tahun. Jika merujuk pada rumus di atas, maka maka besaran angsuran yang harus kamu bayar per bulannya adalah Rp3.166.666 per bulan.
Dengan perhitungan:
Cicilan pokok: Rp200.000000 / 120 = Rp1.666,666
Cicilan bunga per bulan: Rp200.000.000 x 9% x 10/120 = Rp1.500.000
Total cicilan KPR: Rp 1.666.666 + 1.500.000 = Rp3.166.666
Namun ingat, besaran suku bunga yang ditetapkan Bank berbeda-beda. Bisa lebih besar, bisa juga lebih kecil. Kamu bisa mendapat bunga yang lebih kecil jika ada promo yang diberikan oleh Bank.
Untuk bisa mengajukan KPR sebesar Rp200 Juta, kamu perlu gaji minimal Rp10.555.5553 per bulan. Jika gaji kamu tak memenuhi, kamu bisa memberi down payment (DP) atau uang muka sebagai alternatif.
Dengan membayar DP, cicilan bulanan kamu menjadi lebih kecil sehingga kemungkinan akan masuk untuk penghasilan kamu. Kamu juga bisa memperpanjang tenor KPR agar angsuran lebih kecil.
Misalnya dari tenor 10, kamu bisa mencoba tenor menjadi 20 tahun. Cara mengecilkan cicilan lainnya bisa dengan mencari Bank dengan suku bunga kredit lebih kecil.
Sistem bunga yang diterapkan Bank juga berbeda-beda. Beberapa jenis bunga yang bisa yang yang biasa terdapat di Bank untuk kredit KPR adalah sebagai berikut:
Baca Juga: Rekening Koran untuk KPR: Fungsi dan Cara Dapatnya
Seperti namanya, suku bunga tetap nilainya akan sama dari awal sampai akhir tenor. Meskipun suku bunga Bank Indonesia mengalami kenaikan, besar cicilan KPR akan tetap sama.
Suku bunga flat biasanya lebih tinggi dari suku bunga lainnya, namun keunggulannya, tidak akan ada lonjakan besaran cicilan setiap bulan. Suku bunga ini aman untuk kamu yang ingin kepastian cicilan tiap bulan.
Berlawanan dengan suku bunga tetap, suku bunga mengambang atau floating berubah sesuai dengan kebijakan suku bunga dari Bank Indonesia. Jika suku bunga acuan naik, cicilanmu akan naik, begitu juga sebaliknya.
Namun perlu diingat, Bank biasanya tidak akan langsung mengubah cicilan saat suku bunga BI turun.
Suku bunga hybrid menggabungkan antara suku bunga flat dengan floating. Jadi, selama beberapa tahun awal kamu harus membayar cicilan dengan bunga flat.
Sementara di sisa cicilan, nilai angsuranmu akan berubah sesuai dengan suku bunga yang diberlakukan oleh Bank Indonesia. Jenis bunga ini cukup populer diterapkan Bank kepada debiturnya.
Baca Juga: Cara Menghitung Cicilan KPR berdasarkan Jenis Suku Bunganya
Besar Cicilan Pertama
Meski kamu tidak perlu membayar DP untuk membeli rumah tersebut, ada beberapa biaya yang harus kamu keluarkan di awal. Biasanya bersamaan dengan pembayaran pertama KPR kamu.
Biaya-biaya tersebut antara lain biaya provisi ke Bank, pajak pembelian rumah, dan biaya balik nama. Cara menghitung biaya-biaya tersebut adalah sebagai berikut:
Biaya provisi merupakan biaya balas jasa yang dikenakan Bank kepada debitur atas persetujuan kredit yang telah diberikan. Biaya ini juga sering dikenal dengan sebutan biaya administrasi.
Biaya provisi biasanya ditetapkan sebesar 1% dari pokok kredit. Jadi jika kredit kamu sebesar Rp200 Juta, maka biaya provisi yang wajib kamu bayar adalah Rp2 Juta.
Sebelum menghitung pajak pembelian rumah, kamu sebaiknya mengetahui terlebih dulu besaran Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) dari rumah yang akan kamu beli.
Besaran tiap wilayah berbeda-beda. Sebagai gambaran, untuk wilayah Jakarta sebesar Rp20 Juta per wajib pajak. Rumus penghitungannya adalah sebagai berikut:
Pajak Pembelian Rumah = Besaran Pajak x (Harga Rumah - NJOPTKP)
Jika rumah yang akan kamu beli Rp200 Juta, maka perhitungannya:
5% x (Rp200 Juta - Rp20 Juta) = Rp9 Juta
Kamu wajib membayar biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak yang merupakan biaya balik nama. Biaya administrasi yang ditetapkan biasanya Rp50 Ribu, dengan rumus:
PNBP = (1/1000 x harga rumah) + Biaya Administrasi
(1/1000 x Rp200 Juta) + Rp50 Ribu = Rp250 Ribu
Sementara untuk menghitung biaya balik nama adalah:
Biaya Balik Nama = (1% x Harga Rumah) + Besaran Biaya Balik Nama
(1% x Rp200 Juta) + Rp250 Ribu = Rp2.250.000
Baca Juga: Memahami Jenis-Jenis Suku Bunga Bank dan Contoh Perhitungannya
Itulah penjelasan jika kamu mengambil KPR di Bank dengan besaran Rp200 Juta. Kalau kamu berencana membeli rumah seharga Rp500 Juta, bisa mempertimbangkan produk KPR Easy Start dari OCBC.
KPR Easy Start menawarkan banyak keuntungan buat kamu. Mulai dari angsuran lebih rendah, cicilan bertahap setiap 1 atau 2 tahun, jangka waktu KPR hingga 25 tahun, dan bisa digunakan untuk rumah baru maupun bekas.
Syarat untuk mengajukan KPR Easy Start antara lain sebagai berikut:
Kamu bisa mengajukan KPR Easy Start dengan mudah hanya melalui ponsel dengan menggunakan aplikasi OCBC mobile! Gampang kan?